Sejarah Perkembangan Kartu Pos di Indonesia

Sejarah kartu pos

Jauh hari saat sebelum kita memahami facebook serta instagram buat berkirim berita ataupun perkataan selamat hari raya idul fitri, kartu pos sudah lebih dulu muncul buat penuhi fasilitas komunikasi manusia. Dunia modern yang menuntut manusia buat bergerak serta berbicara lebih kilat membuat kartu pos saat ini ini kehabisan gunanya.

Dekat permulaan abad ke-20 di Indonesia, kartu pos acap dipakai buat mengantarkan kabar kabar pendek. Boleh dikata kartu pos ibarat e-mail ataupun sms tempo dahulu buat berkirim berita kepada sahabat serta keluarga yang tinggal di dekat maupun di negara yang jauh.

Di Indonesia, kartu pos diterbitkan pertamakali tahun 1874 oleh industri pos negeri kepunyaan pemerintah Hindia Belanda. Biasanya, kartu pos yang dibuat dikala itu ukurannya 9 x 12 sentimeter. Kartu pos dikala itu tidak dilengkapi foto, sehingga pada sisi kerta ini cuma dipergunakan buat menulis alamat penerima dengan prangko yang sudah tercetak. Sedangkan satu sisi lainya dibiarkan kosong. Ruang ini dipakai oleh pengirim buat menulis pesan mereka.

Pada tahun 1890-an penerbit-penerbit swasta mulai meluncurkan kartu pos bergambar. Pada biasanya kartu-kartu pos dikala itu berdimensi 9 x 14 sentimeter walaupun terdapat pula yang mengenakan dimensi 10 x 14 sentimeter. Semenjak dikala itu, pengirim wajib melekatkan prangko sendiri.

Tidak terdapat ketentuan baku tentang di mana prangko wajib diletakkan Prangko bisa ditempel pada sisi alamat ataupun juga pada sisi foto.

Baru sehabis Umum Postal Union( UPU) menetapkan ketentuan penyusunan alamat di tempatkan pada salah satu sisi kertas, akhrinya penerbit membagikan ruang kosong di samping foto buat ditulisi alamat.

Tahun 1906 peraturan UPU berganti. Pengirim tidak butuh lagi menulis pada sisi foto sebab ruang penyusunan alamat dipecah jadi 2. Bagian kanan dipakai buat menuliskan alamat penerima sedangkan bagian kirinya buat isi pesan. Hasilnya foto lebih aman dinikmati lantaran mencakup segala sisi tanpa butuh berbagi tempat dengan ruang tulisan pesan sang pengirim.

Dini abad ke-20, mayoritas kartu pos yang dibuat oleh penerbit swasta atas cuma buat kebutuhan komersial semata serta bukan selaku medium propaganda. Kartu pos pula tidak terbuat sebab alibi idealisme. Para penerbit semata-mata berupaya penuhi kemauan para pembeli yang kebanyakan merupakan non pribumi.

Sejarah kartu pos

Secara universal ada 3 jenis kartu pos yang menggambarkan Hindia Belanda pada dini abad ke-20. Jenis awal berisi bagian-bagian kota modern, yang memamerkan hasil-hasil karya kolonial di Hindia Belanda. Jenis kedua mewakili panorama alam alam yang indah serta Jenis ketiga berisi budaya Nusantara.

Kartu-kartu pos tersebut setelah itu melanglang dunia dengan citra kenusantaraanya lewat foto yang melekat pada salah satu sisi kartu, melintasi daratan melalui tangan para pembeli yang mengirimkannya ke keluarga serta sahabat mereka.

Terpaut model di kartu pos lawas, tidak cuma didominasi artis populer jaman dulu, tetapi mencakup seluruh golongan sosial. Seluruh orang dapat jadi model kartu pos. Mulai kalangan bangsawan yang bahagia diabadikan bersama keluarganya, sampai para model pinggiran yang diperankan oleh warga. Biasanya model pinggiran ini dipotret bukan atas prakarsa mereka sendiri, tetapi diundang oleh juru foto buat dipotret dengan imbalan tertentu.

Pada dini tahun 1900-an, para juru foto kartu pos lebih bahagia memotret model di dalam Studio.

Kunjungi blog ini untuk keuntungan instan mendatangkan orang ke studio merupakan kemudahan memoto bintang model diruangan dibanding repot-repot bawa peralatan gambar yang lumayan berat keluar .

Baca juga : 6 Hal Yang Perlu Anda Ketahui Tentang Kartu Pos

Tidak hanya itu, pencahayaan di studio lebih gampang diatur cocok kebutuhan. Studio-studio dikala itu sudah dilengkapi aneka latar belakang berbentuk layar yang dilukis panorama alam pula perabot bonus, semacam karpet, mebel tumbuhan hias, vas bunga, dan aneka perkakas lain yang menunjang alterasi foto.